ML Dengan Ibu Tiri Ku Hingga Hamil

0

Sejak kematian ibuku, ketika itu aku sudah berumur 10 tahun, aku dikirim ke nenekku untuk diasuh. Ayahku sudah susah membiayai hidupku, karena ayah dipukuli sampai babak belur di depan mataku danm tidak bisaberbuat apa-apa lagi. 

Entah siapa yang memukulnya, aku tidak tahu. Malam itu di kawasan kami yang masih terjadi konflik, semua ketakutan. Kiri dan kanan selalu mengintimidasi kami. Bukan hanya ayahku, tapi ibuku juga kena pukul sampai teruk dan akhirnya meningal dunia.

Untuk membantu ayah, nenekku pun mengawinkan ayahku dengan gadis desa tetangga. Ketika itu usia ibu tiriku berikisar 16 tahun. Aku selalu melihat ayah dan ibu tiriku pergi berdua ke sawah, selalu lewat dari depan rumah kakek dan nenekku. Ibu tiriku sangat baik kepadaku. 

Dia selalu melambaikan tangannya, jika mau pergi ke sawah. Sore hari, sepulang dari sawah, ibu tiriku selalu menitipkan sayuran dan buah kepada kami. Ibu tiriku rajin bertanam sayuran pada sedikit lahan darat di tepi sawah. Di bedengan sawah, dia juga bertanam mentimun. Ada saja buah tangan dibawanya. Lima tahun ayahku menikah denganya, tidak memiliki keturunan. 

Akhirnya menurut orang pintar, aku harus kembali ke rumah ayahku untuk membantunya, karena aku sudah berusia 15 tahun. Sebagai pancingan, kata orang pintar itu. Orang pintar itu masih ada hubunga saudara dengan ibu tiriku. Aku pun dijemput kembali. Tinggallah aku bersama ayah dan ibutiriku.
 
Karena sakit, ayah jarang ikut ke sawah. Aku seallu diminta mengantarkan sesuatu ke sawah yang jauhnya lebih satu kilometer dari desa kami di kaki gunung yang menjulang. Aku membantu ibuku yanmg tutue katanya selalu lembah lembut itu. Tinggiku dengan ibutiriku sudah sama. Kami pun suka bercengkrama.

"Suf..." begitu ibuku selalu memanggilku dengan lemah lembut. Aku cepat berlari mendatanginya jika dia sudah memanggilku.

"Coba tengok dulu di sini. Tadi ibu tergelincir, mungkin terkilir dan tolong sekalian kamu pijat-pijat,"katanya. Aku memasukkan tanganku ke pahanya melalui kain sarungnya di dangau-dangau sawah yang bertiang tinggi. Di desaku tiang dangau memang selalu tinggi.

"Ini bu," tanyaku.
"Naik sedikit lagi," katanya dan menuntun tanganku naik ke pangkal pahanya. Darahku langsung bergetar, begitu aku menyentuh bulu-bulu lebat di antara kedua paha ibuku.

"Ya.. itu dia. PIjatlah. Jangan terlalu kuat. Sakit."

Aku memijatnya. Kain sarung, lama kelamaan meninggi dan ibuku menaikkan lututnya, hingga sarungnya tersingkap. Jelas sudah, kemaluannya terlihat jelas olehku. Kulihat kiri dan kanan dari dangau berdinding hanya 60 Cm itu tak ada siapa-siapa. Terik mentari, membuat orang semua istirahat di dangaunya masing-masing, menunggu mentari sedikit menurun.

Tanganku dituntun untuk mengelus-elus rambut-rambut yang ada di antara kedua paha ibuku itu. Kemaluanku pun mengeras. Hampir aku menepiskan tangan ibuku, sat tangannya mengelus-elus kemaluanku.

"Kamu punya sudah mengeras, Suf. Lumayan besar juga. Boleh ibu lihat?" Aku tak menjawab, karena aku harus menjawab apa akupun tak tahu.

"Tak usah malu, nak. Aku kan ibumu. Bukalah celanamu. Lagi pula tak ada siapa pu di sini selain kita berdua. Bukalah, Ibu mau lihat, apakah kamu sudah dewasa atau belum," katanya. Kelembutan tutur katanya, membuat aku luluh dan melepaskan celanaku dengan malu-malu.

"Wah bagus sekali burungmu. Supaya kamu cepat dewasa dan cepat besar, burng itu harus dimasukkan ke dalam sini," katanya menunjukkan rambut yang ada di antara dua pahanya.

Ditariknya tanganku lalu dipeluknya tubuhku . Ibu membuka kedua kakinya lebar-lebar dan menuntun kemluanku ke dalam lubang kecil itu. Terasa hangat sekali. Aku merasakan luar biasanya enaknya. Kutindih ibuku dari atas dan membiarkan kemaluanku berada di dalam.

Kurasakan, kemaluanku seperti dipijat-pijat di dalam kemaluan ibuku.
"Pelan-pelan kamu tarik, Suf. Kemudian kamu tekan lagi, begitu berulang kali," bisik ibuku yang matanya sudah terpejam. 

Aku melakukannya. Uh... luar biasa enaknya. Aku belum pernah merasakan hal ii sebelumnya. Aku terus mencucuk tarik kemaluanku. Ibu memelukku dari bawah dengan kuat dan sangat kuat, lalu menggoyang-goyangkan tubuhnya.
 
Aku mengejang. Terasa dari ujung rambutku sampai telapak kakiku, begitu kaku dan sesuatu yang mau keluar dari tubuhku melalui kemaluanku begitu deras. Kutekan tubuh ibuku dari atas sampai nafas ibu tersengal-sengal. 

Kulepaskan isi kemaluanku ke dalam lubang ibuku. Ibuku pun terus memelukku kuat dan menggioyangnya kuat. Kami sama-sama kelelahan.

"Mulai sekarang kamu sudah dewasa. Kamu tak boleh sembarangan dekat-dekat dengan wanita. Bisabahaya," kata ibu berbisik lembut dan mencium pipiku.
"Benar aku sudah dewasa, bu?"

"Benar, Nak. Tapi semua ini tak boleh kamu ceritakan kepada siapapun juga, termasuk kepada ayahmu, kakek dan nenekmu juga. Kepada manusia mana pun juga. Kita bisa dipotong," kata ibu. Aku mengangguk dan berjanji.

Menjelang mahgrib, kami pulang ke rumah. Aku menenteng dua ekor ikan gabus, hasil pancing yang kupasang di rawa dekat sawah. Hampir setiap hari aku mendapat ikan gabus dengan berbaai ukuran. 

Biasanya ikan itu di sop dan diberikan kepada ayah, agar ayah cepat sembuh dadanya. Selain itu, aku membawa rumput yang diikat dan aku pikul untuk makanan kambing di belakang rumah.

JIka ibu mau, ibu selalu mengatakan, maukah kamu memijat aku yang terkilir? Aku pun senyum dan menyetujuinya, lalu ibu cepat naik ke atas dangau di aterik hari setelah mencuci tubuhnya dengan air sawah yang bening dan mengalir dari irigasi. Atau sebaliknya, aku katakan kepada ibu, Apakah ibu tidak tergelincir hari ini dan perlu dipijat? Ibu pun tersenyum, lalu dia mencuci tubuhnya dan cepat naik ke atas dangau.

Setelah aman, aku pun menyusulnya naik ke dangau. Kami pun melakukan persetubuhan. Setidaknya dua kali dalam semingu, bahkan mau juga tiga kali dan pernah juga empat kali.

Suatu malam, aku mendengar pertengkaran ibuku dengan ayahku dengan keras bertanya, walau suaranya pelan, siapa yang menghamili ibu. Ibu selalu diam. Setelah didesak dan disedak, akhirnya ibuku mengakui, kalau dia hamil karean aku. Ayah sangat terkejut dan langsung terkulai lemah. 

Tengah malam, ayahku meninggal dunia. Aku diminta memanggil kakek dan nenek serta tetangga, namun harus tetap merahasiakan, kalau kami melakukan persetubuhan. Di tengah jalan aku tertanya-tanya. Ternyata ibuku hamil karean persetubuhan kami. Tapi waktu itu aku tidak tahu, ayah terkulai lemah, karena syok. Dadanya yang sesak membuatnya meninggal dunia. Aku tidak tahu.

Esok harinya ayah dikebumikan. Ibu pun menangis tersedu sedu dan mengatakan:" Yah...kenama kau meninggalkan aku ketika aku hamilkan anakmu. Lebih empat tahun kita menunggu kelahiran anak kita. Saat aku hamil , Ayah pergi meninggalkan aku," kata ibuku tersedu-sedu. Tetangga yang mendengar isak ibu, ikut meneteskan airmata dan menyabari ibuku.

Setelah lima hari, aku bertanya kepada ibu tentang kehamilannya dan ibuku menjelaskan, kalau sudah dua tahun ayahku tidak menyetubuhinya. Tangisannya hanya untuk mengelabui orang desa, agar aku tidak ditangkap dan dirajang. Aku semakin sayang pada ibuku yang melindungiku. 

Kini hanya tinggal kami berdua di rumah. Jika ibu menginginkan aku, dia datang ke kamarku dan membuka celanaku dan mengelus-elus serta mengisap kemaluanku sampai berdiri. Jika aku yang menginginkannya, aku membuka kamarnya dan melepas kain sarungnya dan mengelus-elus kemaluannya.

Ibu selalu berada di atas, karean kehamilan ibu sudah enam bulan, katanya tak boleh ditindih. Sampai akhirnya ibuku melahirkan seorang anak laki-laki. Semua yang datang melihat bayi itu mengatakan, bayi itu mirip sekali dengan ayah dan denganku. 

Ibu senyum-senyum saja. 40 hari kami tak boleh bersetubuh, karea pantang bersetubuh dalam keadan nifas. Untuk itu, ibu selalu mengulum kemaluanku. JIka aku bosan dengan kulumannya, ibu mengambil minyak makan dan melumuri kemaluanku, lalu diminta memasukkannya ke dalam lubang duburnya.
Setelah bayi itu berumur 3 bulan, aku baru bebas menyetubuhi ibuku.

Aku selalu terangsang, bila ibu menyusui bayi itu. Saat duia menyusui di dangau atau di rumah, aku selalu meminta untuk menyetubuhinya. Rengekanku membuat akalnya berputar. Akhirnya disetujuinya. Aku segera naik ke dangau. 

Aku disuruhnya telentang dan ibu memasukkan kemaluanku ke dalam lubangnya. Ibu berjongkok sembari menyusui bayi kami. Air susu ibupun semakin deras diisap oleh sang bayi, karean rangsangan dari kemaluan ibu dan dari isapan bayi. 

Bayi kami sehat dan kuat. Semua orang memuji bayi kami dan aku sangat menyayanginya. Orang-orang desa juga memuji-mujiku, karena aku selalu suka menggendong bayi pakai kain gendongan dan menyanyikannya di ayunan.

Posting Komentar

0 Komentar
Posting Komentar (0)
To Top